KabarMasjid.id, Solo – Dalam suasana subuh yang penuh berkah, tepatnya pada kajian Dars Fajr yang diselenggarakan di Masjid Riyadh, Solo, dan disiarkan secara langsung pada Sabtu 11 Oktober 2025, Al-Habib Umar bin Hafidz menyampaikan pelajaran berharga mengenai hakikat keimanan. Dalam kajian yang diterjemahkan dengan fasih oleh Habib Jindan bin Novel Jindan, beliau mengulas intisari dari sebuah kitab ulama nusantara tentang cabang-cabang keimanan, membuka mata umat tentang betapa luas dan kompleksnya aspek keyakinan dalam Islam. Kajian ini tidak hanya berfokus pada rukun-rukun iman yang utama, tetapi juga menelusuri tingkatan-tingkatan keyakinan dan implementasinya dalam kehidupan sehari-hari, mengajarkan bahwa iman adalah perjalanan yang terus bertambah dan berkurang.
Kajian ini mengambil rujukan dari kitab Gami’ Atyan, sebuah syarah (penjelasan) atas manzūmah (syair) yang membahas cabang-cabang keimanan, yang disusun oleh ulama besar dari Pulau Jawa, Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani. Mengawali pembahasan, Habib Umar menjelaskan keutamaan Basmalah (Bismillahirrahmanirrahim). Beliau menegaskan bahwa Basmalah adalah bagian dari Al-Qur’an dan disunahkan untuk dibaca dalam setiap permulaan urusan penting, selama urusan tersebut bukan hal yang diharamkan atau makruh, dan syariat tidak mengkhususkan zikir lain untuk memulainya, seperti Takbir untuk salat.
Selanjutnya, Al-Habib Umar menguraikan makna Hamdalah (Alhamdulillah), yang merupakan pujian yang disyariatkan dalam setiap keadaan. Hakikat dari Hamdalah adalah kesadaran dan penghayatan bahwa setiap nikmat yang dimiliki berasal dari Allah SWT. Poin krusial yang ditekankan adalah bahwa seorang hamba tidak akan mampu menunaikan hak syukur kecuali dengan Taufik (pertolongan) dari Allah, dan Taufik itu sendiri merupakan nikmat yang harus disyukuri. Beliau juga memperjelas bahwa kesempurnaan mutlak (Kamalul Mutlaq) hanya milik Allah SWT, sementara kesempurnaan makhluk hanyalah nisbi dan pinjaman yang merujuk pada keagungan Sang Pencipta.
Kajian kemudian membahas Syu’ab al-Iman (cabang-cabang keimanan), yang disebutkan dalam hadis Nabi berjumlah 70 sekian cabang. Konsep ini menunjukkan bahwa iman tidak hanya berbentuk keyakinan di hati, tetapi memiliki implementasi nyata. Cabang-cabang ini mewakili amalan-amalan, perbuatan, dan sifat-sifat yang dapat menyempurnakan keimanan seseorang. Beliau mengilustrasikan bahwa keyakinan itu bertambah kuat seiring dengan pengalaman, dari sekadar mendengar berita, mendengar suara, melihat langsung, hingga berinteraksi, yang kemudian memunculkan tiga peringkat yakin: Ilmul Yaqin, Ainul Yaqin, dan Haqqul Yaqin.
Cabang keimanan yang paling tinggi adalah mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illallah, yang merupakan poros dari seluruh keyakinan dan ketauhidan. Sementara itu, cabang keimanan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalanan. Kontras antara dua cabang ini menunjukkan bahwa iman mencakup hal yang paling agung (tauhid) dan hal yang paling sederhana dalam interaksi sosial dan lingkungan (kebaikan kecil). Selain itu, Habib Umar juga menyoroti bahwa sifat Malu (Haya’) adalah bagian dari keimanan, menekankan pentingnya moralitas dan etika sebagai refleksi dari keyakinan.
Memasuki pembahasan rukun iman, yang pertama adalah iman kepada Allah SWT. Inti dari keimanan ini adalah Tauhid—percaya bahwa Allah itu Esa (Wahid) dan tiada sekutu bagi-Nya. Lebih lanjut, beliau menekankan konsep Tanzih, yaitu menyucikan Allah dari segala permisalan, persamaan, atau penggambaran fisik. Allah adalah Maha Awal dan Maha Akhir, dan tidak ada apapun yang menyerupai-Nya. Segala hal yang terlintas dalam pikiran manusia tentang bentuk-Nya, maka itu adalah makhluk, sedangkan Allah berbeda dari makhluk.
Rukun kedua adalah iman kepada malaikat-malaikat Allah. Mereka adalah jasad-jasad yang diciptakan dari cahaya, senantiasa taat menjalankan segala perintah Allah, dan memiliki sifat-sifat yang mulia, seperti tidak makan, minum, tidur, atau menikah. Malaikat memiliki martabat dan tugas yang berbeda-beda. Sepuluh malaikat yang wajib dikenal namanya, seperti Jibril (penyampai wahyu), Mikail (pengatur rezeki), dan Israfil (peniup sangkakala), memiliki peran esensial dalam pengaturan alam semesta dan kehidupan manusia.
Rukun ketiga adalah iman kepada kitab-kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT sebagai wahyu kepada para Nabi. Umat Islam wajib beriman kepada semua wahyu ini, meskipun secara detail difokuskan pada empat kitab utama: Taurat (Nabi Musa), Zabur (Nabi Daud), Injil (Nabi Isa), dan Al-Qur’an (Nabi Muhammad SAW). Habib Umar menjelaskan bahwa semua rahasia dan hikmah yang terkandung dalam kitab-kitab sebelumnya telah terpadukan dan disempurnakan di dalam kitab suci Al-Qur’anul Karim.
Rukun keempat adalah iman kepada para Nabi dan Rasul, yang jumlahnya amat banyak. Beliau menegaskan bahwa semua Nabi dan Rasul, yang merupakan kaum laki-laki yang diutus untuk membimbing umat, telah mengambil janji setia untuk beriman kepada Nabi Muhammad SAW andai beliau diutus di masa mereka. Di malam Isra’ Mi’raj, semua arwah Nabi dikumpulkan dan bermakmum kepada salat Nabi Muhammad SAW di Baitul Maqdis. Kelak, di hari kiamat, mereka semua akan berkumpul di bawah panji Al-Hamd yang dipegang oleh Rasulullah SAW, menunjukkan kedudukan beliau sebagai pemimpin seluruh umat manusia.
Sebagai penutup, Al-Habib Umar bin Hafidz mengajak hadirin untuk memasang niat dan berusaha keras mencapai derajat Ainul Yaqin dan Haqqul Yaqin, tingkatan tertinggi dalam keyakinan yang mampu menghilangkan segala keraguan. Keyakinan sejati, sebagaimana yang diamalkan oleh para Salafus Saleh, adalah minuman paling agung bagi hati manusia. Dengan menghidupkan dan mengamalkan cabang-cabang keimanan, dari zikir tertinggi hingga etika terendah, umat diharapkan dapat meraih kesempurnaan iman dan dikumpulkan bersama Rasulullah SAW di bawah panji Al-Hamd di hari akhir kelak.
Sumber Dars Fajr Bersama Habib Umar bin Hafidz di Masjid Riyadh Solo yang disiarkan di Channel Youtube Masjid Riyadh Solo